Kepo atau Peduli?
(Raida Fitriani)
“Eh, kuliah kamu masih lama ya?
Bukannya dulu target cuma 3 tahun harus lulus?”
“Kok kamu masih nganggur sih?
Temen-temen lain udah pada jadi orang kantoran loh,”
“Umur kamu udah segini, masih betah aja
sendiri. Yang lain udah pada punya anak.”
Sering ga’ sih kita dapat todongan
pertanyaan gitu, entah dari kerabat, tetangga, atau bahkan teman kita sendiri.
Atau, ternyata kita juga begitu sama orang lain? Niatnya sih mau peduli, eh kok
lama-lama kepo ya? Harusnya Cuma bagian ini yang ditanya dan dibahas, malah
melebar ke sana ke mari. Jadi, itu kepo atau peduli? Antara mereka kepo alias
suka ngurusin dan komentarin hidup orang, atau sebenarnya peduli? Beda loh
definisinya.
Dilansir dari Google, Kepo salah satu singkatan gaul
yang merupakan kepanjangan dari Knowing Every Partucular Object. Biasanya kata
ini ditujukan pada seseorang yang serba ingin tahu. Sedangkan peduli adalah sebuah nilai dasar
dan sikap memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di
sekitar kita. Peduli adalah sebuah sikap keberpihakan kita untuk melibatkan
diri dalam persoalan, keadaan atau kondisi yang terjadi di sekitar kita.
Jadi, bertanya tentang kesulitannya
terhadap sesuatu, kemudian mencari titik permasalahan dan ikut memikirkan solusi,
itu namanya peduli. Karena kita tidak tega jika orang terdekat kita selalu
terpuruk dan jatuh tanpa ada tangan yang terulur padanya. Kita bertanya bukan
untuk ikut campur dalam hidupnya, cukup fokus pada intinya saja, tanpa melebar
ke hal lain yang mungkin saja mereka tidak merasa perlu untuk berbagi cerita.
Sedangkan kepo, sebenarnya hanya sebuah
cara untuk memuaskan rasa ingin tahu, kemudian tergelitik untuk ikut
mengomentari padahal sebenarnya itu tidak ada urusan dan hubungannya sama
sekali dengan dirinya. Kadang hasil kepo-nya dijadikan bahan obrolan pada orang
lain, untuk ditertawakan, untuk dikomentari dan tidak lantas berakhir menjadi
solusi. Hanya kepo, tapi tidak peduli. Suka ikut campur, tanpa tahu letak
permasalahannya. Mencoba menggali, agar bisa melebar kemana-mana dan menemukan
sumber cerita baru.
Pada akhirnya, menjadi orang yang
terlalu kepo bisa membuat mental menjadi tidak sehat. Rasa penasaran akan hidup
orang lain membuatnya terbuai, sampai lupa untuk lebih memperhatikan hidupnya
sendiri. Seakan hidup orang lain lebih menarik untuk diikuti, dicari tahu, dan
dikomentari. Tipe orang kepo seperti ini bisa menjadi toxic bagi lingkungannya. Dia tidak lagi memiliki kepekaan
terhadap hubungannya dengan orang sekitar, karena rasa ingin tahu-nya jauh
lebih membuatnya puas dan bahagia.
Tapi peduli dan empati memiliki ruang
lingkup yang tertata, ekspresi dan penyusunan katanya lebih emosional, membuat
kita akhirnya mau terbuka dan berbagi masalah. Mereka tidak akan bertanya
melebihi batas dari apa yang seharusnya mereka tahu. Mereka tidak asal
berkomentar, hanya memberi tanggapan yang lebih objektif. Tidak
melebih-lebihkan. Kalaupun belum ada solusi, setidaknya mereka menjadi
pendengar yang baik. Memberikan ruang bagi kita untuk melepaskan semuanya,
tanpa disela atau dijeda.
Jadi, sebelum kita ingin masuk dalam
permasalahan orang lain, bersikap seolah kita adalah “malaikat” lebih baik
perjelas dulu, sebenarnya kita hanya kepo, atau memang peduli?
No comments:
Post a Comment