Forum Lingkar Pena (FLP) Adalah Sebuah Wadah Komunitas Para Penulis. Di Sini Para Penulis Berkumpul, Saling Berbagi dan Menebar Semangat.

Pertemuan Rahasia Civilian Depurator

 

Pertemuan Rahasia Civilian Depurator

(M.Arie Hidayat)




 

Ban mengkilap dari mobil sedan serba hitam itu menapak di salah satu genangan air di depan salah satu gudang yang berjejer di sebuah area industri. Mobil yang memiliki kaca hitam pekat tersebut kemudian berhenti tepat di depan pintu gudang yang hampir selebar bangunan tersebut. Seorang pria gendut berjas sepanjang lutut keluar dari kursi kemudi. Dia seorang diri. Dia kemudian berjalan ke arah pintu gudang yang hanya sedikit celah terbuka, sambil mengenakan topi purun biru yang merupakan identitas dari sindikat Civilian Depurator.

 

Sebuah sindikat yang membasmi para penduduk ‘terpilih’ dengan tujuan menciptakan keseimbangan di tengah masyarakat. Namun nyatanya, alasan mereka memilih target oprasinya ditentang oleh sebagian besar masyarakat. Entah memang alasan sindikat itu terkesan dipaksakan, atau memang karena mayoritas penduduknya memang layak untuk dibasmi.

 

Setidaknya mereka punya lima modus operasi, dari pencurian, perampokan, penyerangan kantor atau markas dari lembaga atau kelompok, penculikan, sampai pembunuhan yang mereka beri istilah ‘eleminasi sampah penduduk.’

 

Salah satu kelompok yang kontra dengan Civilian Depurator adalah The Whites. Para anggotanya memiliki sebutan Mr. and Mrs. White. Tujuan mereka hanya satu, yaitu menggagalkan setiap oprasi dari Civilian Depurator, hingga nanti mereka kehabisan sumber daya, dan akhirnya pihak berwajib dapat meringkusnya hingga ke akar-akarnya.

 

“Oh, kukira aku terlambat?” ucap pria gendut itu yang melihat ada tiga orang lainnya yang juga masih berdiri di sekitar meja pertemuan.

 

Hanya meja kayu sederhana dengan sebuah pistol di atasnya, di sekelilingnya terdapat lima kursi kayu yang tidak kalah sederhana. Pada salah satu kursi itu, sudah duduk seorang pria dengan topi yang sama seperti orang lainnya, disinari satu lampu pijar kecil yang menggantung tidak terlalu tinggi dari atas meja.

 

“Tidak gendut, tapi bukan berarti kamu tidak terlambat,” ucap pria di kursi, kemudian dia menyeringai. “Duduk lah tuan-tuan.”

 

“Ya, apapun katamu, Mr. On time...” ucap salah satu dari mereka dengan agak kesal. Keempat pria itu pun duduk di kursinya masing-masing.

 

“Aku tidak menyangka, bos akan memerlukan orang sebanyak ini untuk penculikan kali ini,” kata pria di kursi lagi, yang tadi dipanggil Mr. On time oleh salah satu dari mereka.

 

“Oke, jadi misi kali ini adalah penculikan ya,” ucap Mr. White dalam hati. Tanpa disadari yang lainnya, anggota The Whites berada di antara mereka.

 

Dalam melakukan kordinasi orientasi aksinya, Civilian Depurator selalu mengacak agennya, yang tidak saling kenal, dan saling merahasiakan berkas misinya. Hal ini dimaksudkan agar kemudian jika ada penyusup dalam tim aksi, maka akan ketahuan saat kordinasi, dan segera dieleminasi. Namun nyatanya, hasilnya tidak selalu seperti itu.

 

“Yah, aku rasa ini wajar. Meskipun dia hanya anak kecil, tapi penjaganya banyak,” salah seorang pria bertubuh kekar memberi respon.

 

“Bagus, petunjuknya semakin mengerucut...” ucap Mr. White lagi dalam hatinya.

 

“Terlebih dia adalah anak perempuan satu-satunya,” pria dengan kumis tipis ikut berbicara.

 

Mendengar itu, Mr. On time dan si kekar memicingkan matanya pada si kumis tipis.

 

“Aku rasa pertemuan kita kali ini disusupi...” ucap si gendut. Dia memandangi wajah masing-masing orang di sekitarnya. “Kita harus menyamakan persepsi, dan saling menyamakan data ‘buruan’ untuk mengatahui siapa penyusup di antara kita.”

 

“Ya, ya... aku sepakat,” ucap Mr. On time, si kekar, dan pria satunya dengan tampilan seorang pria baruh baya bersahutan.

 

“Kamu pak tua, apa pendapatmu tentang buruan kita kali ini?” tanya si gendut pada pria tua.

 

“Hey, kenapa aku? Bukannya kamu tadi yang duluan bicara setelah tuan kumis tipis ini menyampaikan tentang buruan kita. Kamu dulu dong selesaikan omongan kamu, deskripsikan tentang misi atau buruan kita kali ini!” pria tua itu merasa ada yang aneh pada si gendut. Dia pun menyuruh si gendut untuk mendeskripsikan terlebih dahulu.

 

Mr. On time memgangguk, kemudian memberi aba-aba pada si gendut untuk mulai berbicara.

 

“Huh...” gerutu si gendut agak kesal. “Aku hanya berpesan kepada siapa pun nanti yang akan membersamaiku dalam misi ini, berhati-hatilah. Orang tua dari anak ini adalah orang kaya, dia bisa mempersiapkan apa saja dengan hartanya.”

 

“Ya, aku sependapat. Dia bisa saja menambah armada mobil penjaga anaknya,” sahut pria tua.

 

“Oke, aku rasa aku tahu siapa penyusupnya,” ucap si kekar.

 

“Dari awal juga sudah jelas...” ucap si gendut juga.

 

Kemudian secara serentak semua mata mereka tertuju pada si kumis tipis.

 

“Hey, hey... Kenapa kalian memandangiku seperti itu? Aku juga memegang nama target buruan. Aku bukan penyusupnya...” si kumis tipis mencoba untuk membela diri.

 

“Ya, kamu memang memegang sebuah nama, namun nama itu keliru. Karena kamu bukan bagian dari kami!” pria tua memberi penjelasan. “Aku juga pilih dia untuk dieksekusi!”

 

“Kau sepakat kan kalau dia penyanyi?” tanya si kumis tipis lagi pada Mr. On time dan si kekar, berusaha mencari pendukung.

 

“Ya...” jawab Mr. On time singkat.

 

“Pemyanyi ya... oke, satu informasi lagi kudapat,” satu keberuntungan lagi bagi Mr. White.

 

“Tapi dia bukan perempuan...” si kekar menyambung jawaban dari Mr. On time, yang kemudian membuat si kumis tipis skak mat.

 

Dengan cepat si kumis tipis berdiri dari kursinya, berusaha untuk kabur...

 

DORRR!! Laras pistol yang mengeluarkan asap itu segaris dengan posisi si kumis tipis. Pria tua baru saja melepaskan tembakan dari pistol yang sudah tersedia di atas meja. Jasad si kumis tipis pun tersungkur di meja.

 

Si gendut kemudian menyingkirkannya, dan mencari-cari sesuatu dari saku si kumis tipis. Tidak lama kemudian, dia meraih sebuah kartu nama.

 

“Lihat. Kartu anggota Undercover,” si gendut memperlihatkan sebuah kartu dengan gambar siluet hitam orang bertopi.

 

“Hmm... berarti target oprasi mereka ini anak laki-laki ya. Hampir saja aku terkecoh.”

 

“Undercover sialan...” gerutu pria tua sambil meletakkan lagi pistol ke atas meja.

 

“Kita sudah aman?” tanya Mr. On time.

 

“Aku khawatirnya belum. Sebab di pistol ini tadinya ada tiga peluru,” jawab si gendut, “yang berarti hanya ada tiga anggota yang nantinya akan ikut dalam misi ini. Satu peluru sudah bersarang di kepala Undercover sialan ini, kini tinggal dua peluru lagi. Jika setelah ini kita berhasil menemukan satu penyusup yang lainnya, kita aman. Namun jika sampai peluru terakhir kita tidak juga menemukan penyusupnya, kita tamat...”

 

Semuanya terlihat tegang, meskipun berusaha untuk tetap terlihat tenang.

 

“Aku hanya berharap tidak ada Mr. White di sini,” lanjut si gendut lagi. “Sebab mereka memiliki senjata rahasia mereka sendiri. Ada yang telunjuknya bisa menembakkan peluru, tembakan laser dari mata, dan hal-hal mustahil lainnya.”

 

“Oke, berarti hanya tinggal satu di antara kita berempat ya... Sepertinya ini tidak terlalu sulit,” ucap Mr. On time.

 

“Baiklah, melihat dari biodata target pada berkas misi yang kuterima, dengan boneka aku yakin dia akan mudah kita jebak,” kini si kekar yang lebih dulu memberi pandangan.

 

Mr. On time mengernyitkan dahinya. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya dari pernyataan si kekar.

 

“Bisa jadi sih... Terlebih Sabtu ini merupakan jadwal pekanannya untuk pergi ke taman hiburan. Itu merupakan set yang pas,” sahut Mr. On time, menyambut deskripsi dari si kekar.

 

“Oke, sepertinya Mr. On time sepakat kalau anak ini suka boneka. Dan setiap Sabtu dia ke taman hiburan. Sepertinya aku tau beberapa artis cilik yang memiliki ciri-ciri seperti ini. Aku hanya tinggal memastikan satu hal...” gumam Mr. White, dia semakin optimis.

 

“Nanti cari bahan bonekanya yang gak pakai dacron. Kemarin aku liat di infotainment, dia alergj dacron,” si gendut menambahkan.

 

“Tunggu, maaf tuan kekar, aku harus menanyakan ini padamu. Sebab apa yang kamu sampaikan tadi mau tidak mau membuatku curiga,” ucap si pria tua.

 

“Lho, kenapa?” si kekar mulai takut.

 

“Boneka. Kita semua tahu anak seumurannya pasti suka boneka. Sekalipun kita asumsikan saja data tersebut tertera di berkas misi, penyusup yang tidak memiliki berkas itu pun juga akan bisa berspekulasi seperti itu, sebab setiap anak seumuran dia pasti suka boneka,” Mr. On time menjelaskan.

 

“Itu dia. Cobba jelaskan pada kami lebih spesifik, boneka jenis hewan apa yang disukainya?” tanya si pria tua.

 

“Mamalia!” jawab si kekar spontan, tanpa ragu, dan begitu otomatis.

 

“Aku rasa dia sudah mendapat kesimpulan dari petunjukku barusan, dan akhirnya tahu siapa anak yang akan kita culik, dari sana lah dia tahu bahwa anak itu suka boneka dari jenis mamalia...” si gendut mengambil pistol di atas meja, kemudian menodongkannya pada si kekar. “Aku memilih dia untuk dieksekusi.”

 

“Boneka kesukaannya mamalia sudah dipastikan. Tinggal sedikit lagi...” detak jantung Mr. White semakin berpacu, dia sangat yakin kali ini akan mengetahui siapa target oprasi mereka.

 

“Tunggu, dia bahkan belum memberi deskripsi apapun setelah kita mengeksekusi Undercover!” tunjuk si kekar pada si pria tua.

 

“Huh... lihatlah. Penyusup kita mulai ketakutan. Jelas-jelas aku bagian dari tim ini. Kalimatku ini pasti akan membuat kalian yakin,” si pria tua mencondongkan tubuhnya merapat ke meja. “Anak ini memiliki dua saudara...”

 

Damn!! Ini semakin rumit!” gerutu Mr. On time. Dia sepakat dengan apa yang dikatakan oleh si pria tua. Semuanya seolah memiliki alibi.

 

“Bagus. Jika anak ini memiliki dua saudara, berarti tinggal dua kemungkinan siapa anak ini,” ucap Mr. White dalam hati. Kini dia semakin dekat.

 

“Jangan khawatir bung, ini sudah jelas bahwa dia lah penyusupnya,” si gendut berusaha menenangkan Mr. On time, dia menunjuk si kekar dengan ujung laras pistol yang masih berada di tangannya.

 

“Bukan...” si pria tua berujar.

 

Semua mata tertuju pada si pria tua. Mereka dikagetkan oleh pernyataannya barusan.

 

“Dengan segala hormat, Mr. On time, yang jelas bukan kamu penyusupnya, sebab kamu lebih dulu tahu bahwa oprasi kali ini adalah penculikan, bukan pencurian, perampokan, penyerangan markas, atau yang lainnya. Penyusupnya adalah... dia,” telunjuk si pria tua tepat mengarah pada si gendut, yang tiba-tiba matanya melotot kaget sekaligus marah.

 

“Hey, jaga mulut kamu pak tua! Sekarang aku benar-benar mencurigai kamu lah penyusupnya!” teriak si gendut. Suaranya bergema dalam gudang yang luas itu.

 

“Semakin jelas kan?” ucap si pria tua sambil tersenyum dan sedikit merentangkan tangannya.

 

Mr. On time memberi aba-aba pada si gendut untuk tenang. Si gendut mendengus kesal meskipun akhirnya dia bisa diam.

 

Si pria tua kemudian meneruskan penjelasannya, “Pertama, dia mencoba untuk melewati sesi pemberian deskripsi dengan memintaku untuk lebih dahulu menyampaikan deskripsi. Kedua, dia menyatakan bahwa orang tua dari anak ini merupakan orang kaya. Ini merupakan deskripsi paling bodoh. Itu merupakan hal yang sudah pasti, mana mungkin kita akan menculik orang dari kalangan biasa-biasa saja, apa lagi miskin.”

 

“Hey, aku hanya berusaha agar penyusup sialan itu tidak mendapatkan petunjuk-petunjuknya dengan jelas, yang kemudian bisa membuatnya benar-benar merasuki tim kita!” si gendut memberi penjelasan.

 

“Boleh aku teruskan?” tanya si pria tua yang merasa pemaparannya diinterupsi.

 

“Ya, silakan...” sahut si kekar.

 

“terimakasih. Ketiga, sedari tadi dia paling sering berbicara untuk memprovokasi. Terakhir, dia mencoba mempengaruhi kita untuk mengeksekusi pria malang ini,” si pria tua menunjuk si kekar. “Bahkan dia sudah menodongkan pistolnya. Kemudian tiba-tiba berubah menuduhku sebagai penyusup saat aku mengatakan dia lah penyusupnya.”

 

“Bukannya tadi kamu yang bilang mencurigai dia?” si gendut kembali mencoba mengacaukan pikiran yang lainnya.

 

“Tapi dia bisa menjawab dengan cepat, tanpa ragu. Malah kamu yang tiba-tiba memberi respon sangat agresif,” sahut si pria tua lagi.

 

“Aku rasa sebaiknya kamu taruh dulu pistol itu ke atas meja, gendut,” pinta Mr. On time.

 

Si gendut tak bergeming, hanya memandangi Mr. On time dengan marah.

 

“Kecuali kamu ingin membuat kami semakin yakin bahwa kamulah penyusupnya...” lanjut Mr. On time lagi. Mau tidak mau, si gendut meletakkan pistol tersebut ke tempatnya.

 

“Oke, aku pilih dia untuk dieksekusi kali ini,” si kekar menunjuk si gendut, sambil memandang pada Mr. On time.

 

“Brengsek!!” caci si gendut.

 

Mr. On time memindah pandangannya pada si pria tua, seolah bertanya, siapa yang dipilihnya.

 

Sambil mengangkat bahunya, pria tua menjawab, “Aku yang memaparkan panjang lebar gitu, ya aku curiga dia lah penyusupnya.”

 

“Kalau aku tetap yakin, dia lah penyusupnya,” si gendut memilih si kekar. Dia mengucapkannya sambil memandang penuh emosi pada si kekar.

 

“Ya aku lebih condong pada si gendut juga sebenarnya...” jawab Mr. On time.

 

“Haha... dua lawan dua. Eksekusi tidak bisa kita lanjutkan jika jumlah suara sama,” ucap si pria tua sambil tertawa kecil. “Oke, ini penjelasan tambahanku, kenapa aku sangat yakin bahwa dia penyusupnya. Dia mengatakan target buruan kita alergi dacron. Info yang dia katakan dapat dari infotainment. Bukan dari berkas misi yang sudah kita terima masing-masing. Dia tahu orang-orang macam kita tidak bakalan nonton infotainment, sehingga dia...”

 

DORRR!!

 

“Aku ikut memilih dia. Hasil vote sudah lebih dari setengah kan?” ucap Mr. On time setelah melepaskan peluru ke kepala si gendut.

 

“...seperti itu,” ucap si pria tua menutup penjelasannya yang sebenarnya belum benar-benar selesai.

 

Si kekar kemudian bergegas menghampiri jasad si gendut. Dia benar-benar penasaran, apakah si gendut ini Undercover atau The Whites.

 

Si kekar pun mencari-cari kartu pengenal di saku jas, celana, bahkan kemeja. Hingga akhirnya tangannya berhasil menyentuh sebuah kartu. Setelah dirogohnya kartu tersebut, matanya membelalak melihat logo yang ada pada kartu tersebut. Si kekar membalik kartu tersebut agar si pria tua dan Mr. On time dapat melihatnya.

 

Si pria tua menutup mulutnya, kaget, tidak bisa menerima kenyataan ini.

 

Pada kartu itu terdapat logo siluet pria biru bertopi, dengan tulisan Civilian Depurator yang mengelilinginya.

 

“Arrgh!! Kamu, maupun kamu penyusupnya... peluru terakhir di sini akan membungkammu selamanya!” bentak Mr. On time pada si kekar dan si pria tua.

 

“Aku minta maaf, aku benar-benar...” si pria tua mencoba untuk menenangkan Mr. On time.

 

“Pak tua... jika bukan si gendut penyusupnya, dan bukan juga Mr. On time seperti yang kamu jelaskan tadi, berarti kamu lah penyusupnya...” ucap si kekar sambil memandangi si pria tua dengan lekat.

 

“Whoa, whoa... tunggu dulu. Bagaimana pun kalian juga sepakat kan dengan petunjuk-petunjukku sebelumnya? Anak itu dikawal oleh armada penjaga bermobil, kemudian memiliki dua saudara...”

 

“Benar juga, bahkan dari tadi sebenarnya aku mencurigai si kekar. Apa pembelaanmu?” tanya Mr. On time pada si kekar, sambil berusaha meraih pistol. Namun tangan si kekar lebih dulu mencapai pistol itu, sehingga kini tangan mereka menumpuk. Kemudian mereka bersepakat untuk sama-sama menjaihkan tangan dari pistol tersebut.

 

“Bukankah kita perlu memberi deskripsi terakhir? Aku yakin di sini akan terlihat siapa penyusup sebenarnya,” ucap si kekar. Lagi-lagi dia memicingkan mata pada si pria tua.

 

“Cukup adil,” sahut si pria tua singkat, sambil mengangkat alis dan bahunya.

 

“Aku rasa aku tidak perlu berucap apa-apa lagi, karena sudah pasti bukan aku penyusupnya. Silakan si kekar...” ucap Mr. On time.

 

“Aku rasa sebaiknya penyusuplah yang lebih dulu mengucapkn kalimat terakhirnya...” sahut si kekar, sambil terus memandangi si pria tua, dan kembali menggenggam gagang pistol di meja.

 

“E.. No, no...” sambil menunjuk pistol yang dipegang si kekar, si pria tua menggoyangkan telunjuknya, isyarat tidak boleh melakukan itu.

 

Si kekar pun menjauhkan lagi tangannya dari pistol itu.

 

“Baik lah jika itu maumu. Dengarkan baik-baik,” lagi-lagi pria tua itu mencondongkan badannya mendekati Mr. On time dan si kekar. "Mari kita ingat apa kata pria yang terakhir kita eksekusi.”

 

Si pria tua merujuk pada kalimat si gendut yang mengatakan, “aku rasa dia sudah menyimpulkan dari petunjukku barusan. Biar aku yang mengeksekusinya!"

 

“Bahkan, bukankah tadi kamu juga merasa bahwa deskripsi dia yang mengatakan target suka boneka mencurigakan? Sebab saat itu dia mencoba berspekulasi,” pria tua menambahkan lagi, mencoba memprovokasi Mr. On time.

 

“Bukannya kamu yang dari awal berspekulasi?” si kekar tidak mau kalah. Dia juga mencoba membangun persepsi Mr. On time.

 

Seketika Mr. On time memalingkan wajahnya pada si pria tua.

 

“Haha... di sini terasa semakin panas ya, bung,” ucapnya pada Mr. On time. “Itu tadi kata-kataku untuk menegaskan siapa yang akan kita eksekusi berikutnya. Sekarang, sesuai janjimu. Aku khawatir justru kamu yang tidak punya data sedikitpun terkait misi kali ini. Ucapkan pada kami sesuatu yang kemudian bisa membuat kami sangat-SANGAT yakin bahwa kamu memang bagian dari tim,” pinta si pria tua pada si kekar.

 

“Oke, aku yakin, kali ini kamu yang akan kami eksekusi. Ayah dari anak ini baru saja kehilangan istrinya. Kamu pasti sepakat denganku kan?” si kekar memandang pada Mr. On time, Mr. On time mengangguk mengiyakan.

 

Tanpa disadari si kekar dan Mr. On time, pria tua itu tersenyum penuh kemenangan. Sejurus kemudian, pistol yang tadinya berada di meja sudah berada di tangan kanannya, dan meletuskan sebuah peluru ke kepala si kekar. Sedangkan tangan kirinya, jempol dan telunjuknya membentuk sebuah pistol yang juga sudah mengeluarkan peluru menuju kepala Mr. On time.

 

Kedua anggota Civilian Depurator itu pun tumbang.

 

Pria tua yang ternyata seorang Mr. White itu pun berdiri. Dia merogoh ponsel jadul dari saku bagian dalam jasnya. Dia membuat sebuah panggilan telpon, sambil berjalan menuju pintu keluar.

 

“Target dikonfirmasi adalah artis cilik bernama Juanda Ridha. Anak dari Pak Laksma Ridha dan almarhumah Gita Laksma Ridha. Dugaan rencana waktu dan lokasi penculikan adalah Sabtu depan di taman bermain Dedaun Rambat, jl. Kancil. Amankan perimeter dalam radius 1 kilometer. Kemungkinan Tim Dua dari sindikat ini yang akan beraksi.”

Share:

No comments:

Post a Comment

Most Recent

3/recent/post-list

Popular Posts

Labels

Recent Posts

Kata Kata Bijak

  • Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.
  • Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
  • Pramoedya Ananta Toer

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.